Laman

TUGAS-TUGAS

Rancangan Solusi Masalah Lingkungan

I.            TENTUKAN TEMA
1.)   Spesifik :
Kabut asap yang menjadi permasalahan dikota pekanbaru
2.)  Fakta kejadian dari media cetak elektronik : www.metrotvnews.com
Kabut Asap Kembali Selimuti Pekanbaru
Rabu, 3 Agustus 2011 10:03 WIB

Pekanbaru: Kabut asap kembali menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (3/8) siang. Kabut membuat jarak pandang warga terbatas.

Kabut asap itu berasal dari pembakaran lahan yang dilakukan warga untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit dan pemukiman baru. Kabut asap terlihat menyelimuti sejumlah jalan utama di Kota Pekanbaru, seperti Jalan Sudirman, Kaharudin Nasution dan Tuanku Tambusai. Kabut membuat jarak pandang hanya sekitar 20 meter. Kondisi itu membuat pengendara harus menyalakan lampu.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru meyatakan terdapat 296 titik api di seluruh Pulau Sumatera, dan jumlah terbanyak terdapat di Provinsi Riau dengan jumlah 131 titik api. Sementara, lokasi terparah titik api dan kebakaran hutan terdapat di Kabupaten Rokan Hilir Riau, dengan 39 titik api.(****)

II.          Solusi
·         Preventif ( pencegahan ) :
-          Tidak membakar hutan atau lahan sembarangan, : karena setelah ditinjau lebih lanjut, ternyata kabut asap yang terjadi dikota pekanbaru itu merupakan asap dari pembakaran hutan atau lahan yang dilakukan diperkebunan untuk membuat kebun baru oleh masyarakat sendiri.
-          Membuat kebijakan daerah / sanksi terhadap pembakaran lahan / hutan : dengan cara seperti ini maka oknum yang melakukan pembakaran lahan akan dikenakan sanksi yang tegas karena dampak dari hal itu sangat besar bagi kota pekanbaru sendiri, bahkan asap kabut nya bisa sampai kenegara tetangga seperti Malaysia dan singapura.


·         Curatif ( pengobatan / penyembuhan ) :
-          Pemerintah melakukan hujan buatan  yang diadakan disiang hari jika masih ada kabut asap :
Dengan melakukan hujan buatan yang mengandung kadar garam yang tertentu telah dibuktikan oleh kota palembang untuk mengilangkan kabut asap dari hasil pembakaran lahan mampu mengurangi kabut asap yang ada di kota.

·         Rehabilitatif ( perbaikan / pemulihan ) :
-          Dengan cara menggerakkan masyarakat untuk menanam pohan
Melakukan gerakan penghijauan ( seperti : menenam bunga, tanaman, dll ) sehingga dengan adanya pohon dan tumbuh tumbuhan yang hidup maka banyak pula yang dapat mengubah Co2 menjadi O2 yang segar..sehingga setidaknya udara tidak tercemar dengan kabut asaap lagi.

·         Promotif (Anjuran dan fasilitas) :
-          Dengan cara mensosialisasikan tentang lingkungan hidup yang hijau
-          Dengan cara menghimbau warga masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar tetapi dengan cara menggunakan bahan kimia yang disemprotkan di lahan, walaupun itu tidak maksimal untuk mengurangi pencemaran lingkungan tetapi kita sudah ikut berpartisipasi untuk mengurangi kabut asap yang ada di kota Pekanbaru.

Sumber : www.metrotvnews.com
              www.tribunnews.co




GAMBAR HASIL PENELITIAN


Lingkungan tukang sampah yang penuh dengan sumber bibit penyakit.

 Gambar Penelitian








TABEL PENELITIAN
A.    Analisa Risiko
1.  Daftar kemungkinan dan konsekuensi dari bahaya pekerjaan seorang penjual gorengan.
Jenis Bahaya

Risiko
Konsekuensi
Faktor fisik
§  Sampah yang menumpuk



§  Jam kerja yang panjang (kebiasaan pulang malam)

§  Pencemaran udara (bau)



§  Menghirup udara malam

§  Dapat terinfeksi saluran pernafasan
§  Meningkatkan resiko asma

Faktor Biologis
§  Bakteri
§  Kuman


§  Memperburuk kondisi tubuh



§  Penyakit kulit
§  Diare

Faktor ergonomic
§ Mengangkut sampah dengan dibawa diatas punggung.
§ Jongkok terlalu lama

§  Gangguan kesehataan




§  Dapat menyebabkan pegal pada punggung
§  Kesemutan


Faktor Psikososial
§  Kurang istirahat


§  Stress



Pusing

Alat
§  Sarung tangan dan masker yang sudah tak layak pakai

§  Gangguan Kesehatan

Mudah terjangkit penyakit







2. Bentuk analisa semikualitatif

Tingkat Keparahan
Kemungkinan Terjadi
Jarang Terjadi

(1)
Kurang mungkin terjadi (2)
Mungkin terjadi
(3)
Sangat Mungkin terjadi (4)
Hampir Pasti terjadi
(5)
(1)
Tidak ada pengaruh





(2)
Pengaruh sangat ringan


§ Kurang istirahat
(6)
§ Jam kerja yang panjang (kebiasaan pulang malam)
(8)

(3)
Pengaruh ringan







§  Jongkok terlalu lama
 (15)
(4)
Pengaruh serius




§ Kuman
§ Bakteri
 (16)
§ Mengangkut sampah dengan dibawa diatas punggung.
§ Sampah yang menumpuk
 (20)
(5)
Pengaruh fatal




§ Sarung tangan dan masker yang sudah tak layak pakai (25)








B.     Evaluasi Risiko
Dari tabel analisa semikualitatif ditentukan prioritas risiko sebagai berikut:
NO.
HAZARD
SKOR
TAFSIRAN
1.
Sarung tangan dan masker yang sudah tak layak pakai
25
§  Hampir pasti terjadi
§  Pengaruh fatal
2.
§ Mengangkut sampah dengan dibawa diatas punggung.
§  Sampah yang menumpuk

20
§  Hampir pasti terjadi
§  Pengaruh serius
3.
§  Kuman
§  Bakteri
16
§  Sangat mungkin terjadi
§  Pengaruh serius
4.

§  Jongkok terlalu lama

15
§  Hampir pasti terjadi
§  Pengaruh ringan
5.
§ Jam kerja yang panjang (kebiasaan pulang malam)

8
§  Sangat mungkin terjadi
§  Pengaruh sangat ringan
6.
§   Kurang istirahat

6
§  Mungkin terjadi
§  Pengaruh sangat ringan

C.    Pengendalian Risiko
NO.
HAZARD
PENGENDALIAN
1.
§  Sarung tangan dan masker yang sudah tak layak pakai
§  Mengganti dengan yang baru yang lebih bersih
2.
§ Mengangkut sampah dengan dibawa diatas punggung.
§  Sampah yang menumpuk

§  Memasukkan sampah yang akan dibawa ke dalam gerobak
§  Dipilah menurut jenis sampahnya dan dimasukkan ke tempat yang terpisah
3.
§  Kuman
§  Bakteri
§  Mencuci atau  membersihkan tangan  serta peralatan(gerobak,masker,sendal/sepatu,dan sarung tangan) setelah bekerja
4.
Jongkok terlalu lama

§  Duduk sambil meluruskan kaki ketika kaki mulai terasa lelah
5.
§ Jam kerja yang panjang (kebiasaan pulang malam)

§  Menggunakan jaket ataupun baju yang tebal
6.
§    Kurang istirahat
§  Memiliki pembagian kerja dengan tukang sampah yang lain. Sehingga pekerjaan lebih ringan


PPT ESD







Education For Sustainable Development


    Peran pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (ESD) adalah untuk membantu orang mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk membuat keputusan untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain, sekarang dan untuk masa depan, dan untuk bertindak atas keputusan tersebut.
    ESD adalah sebuah pendekatan untuk pengajaran dan pembelajaran berdasarkan cita-cita dan prinsip-prinsip yang mendasari keberlanjutan - hak asasi manusia, pengentasan kemiskinan, mata pencaharian yang berkelanjutan, perdamaian, perlindungan lingkungan, demokrasi, kesehatan, biologi dan keragaman lanskap, perubahan iklim, kesetaraan gender, dan perlindungan adat budaya. Dalam dan dimensi lain,pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan adalah analog dengan visi dan tujuan UNESCO.
    Konsep EfSD  telah lama dikemukakan di dunia Internasional (UNESCO) akan tetapi di Indonesia secara implisit belum dituangkan dalam pendidikan nasional, meskipun secara parsial  terdapat dalam pendidikan lingkungan hidup, ekonomi dan sosial.
    Ide tentang EfSD pertama kali dincetuskan oleh Prof. Dr. Hans J. A. Van Ginkel, mantan rektor United Nations (UN) University dan Staf Ahli Sekjen UN. EfSD lahir dilatarbelakangi kondisi dunia kontemporer yang menghadapi persoalan makin kompleks dan mengarah pada situasi chaos
    EfSD adalah pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang terutama generasi mendatang untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang.
    EfSD menekankan pada 3 pilar yaitu ekonomi, ekologi atau lingkungan, dan sosial.  Ketiga aspek tersebut saling beririsan, tidak terpisah-pisah. Contohnya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat tergantung pada  lingkungan yang bersih sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti mendapatkan makanan dan sumber daya, air bersih, dan udara bersih. Berkelanjutan  berarti berpikir  tentang masa mendatang, di mana lingkungan, masyarakat dan ekonomi menjadi pertimbangan sehingga diperoleh keseimbangan dalam pengembangan dan upaya meningkatkan kualitas hidup.
    Fungsi dan manfat EfSD; pertama, terbangun kapasitas komunitas/bangsa yang mampu membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang mengarah kepada sustainable development, yaitu kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan ekosistem. Kedua, mendidik manusia agar sadar tentang individual responsibility yang harus dikontribusikan, menghormati hak-hak orang lain, alam dan diversitas, dapat menentukan pilihan/keputusan yang bertanggungjawab, dan mampu mengartikulasikan semua itu dalam tindakan nyata. Ketiga, menumbuhkan komitmen untuk berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih aman dan nyaman, baik sekarang maupun di masa mendatang.
    Tahun 2005 – 2014 ditetapkan sebagai dasawarsa EfSD. Tujuan akhir dasawarsa ini ialah bahwa pendidikan pembangunan berkelanjutan haruslah menjadi lebih daripada sekedar sebuah semboyan.  Akan tetapi menghasilkan kenyataan konkret bagi kita semua, perorangan, organisasi, pemerintahan dalam segala keputusan dan tindakan kita, sehingga terpenuhilah janji adanya sebuah planet yang berkelanjutan dan dunia yang lebih aman bagi anak, cucu, dan keturunan kita. Hal ini berarti pendidikan harus mampu menanggapi masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup yang kita hadapi dalam abad ke-21.
     Perlu dibedakan antara  pendidikan tentang pengembangan berkelanjutan dan pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan. Kata pertama mempunyai makna  pembelajaran untuk kesadaran atau pembahasan secara teoritis. Sedangkan kata yang kedua, pendidikan digunakan sebagai upaya, sebagai alat atau cara untuk mencapai sustainibilitas. Tentu saja yang dimaksud bukan hanya sekedar pembahasan secara teoritis. Masyarakat merupakan sasaran yang harus dijangkau EfSD, unsur masyarakat mulai dari anak anak, remaja, dewasa sampai orang tua, laki-laki, perempuan, kelompok  dan golongan masyarakat apapun adalah tempat EfSD ditanamkan dan disemaikan. EfSD harus diakarkan di masyarakat lokal karena dampak pembangunan berkelanjutan dan pembangunan tidak berkelanjutan dirasakan langsung di tingkat lokal.
    Lantas bagaimana peran Pendidikan Non Formal? Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan serta berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal  dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Tentu saja menerapkan EfSD pada masyarakat akan mendapat tantangan, oleh karena itu sistem pendidikan nonf ormal harus selalu berbenah diri mengikuti proses perkembangan pendidikan pada khususnya dan proses perkembangan serta pembangunan pada umumnya.  Bagi lembaga pendidikan formal (PNF), EfSD hendaklah tidak dianggap sebagai tambahan satu mata ajar lagi dalam kurikulum. Pembangunan berkelanjutkan selayaknya dapat diintegrasikan dalam konteks semua program PNF.
    EfSD mencakup konservasi dan preservasi tentang lingkungan dan hubungan sosial antarmanusia dan keberlangsungan manusia. Pendidikan non formal berperan mendidik manusia untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya.”  Banyak masalah yang perlu dipikirkan, seperti penebangan hutan untuk kepentingan segelintir manusia, pertambangan liar, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di daerah terpencil dan banyaknya warga yang tidak mempunyai keterampilan akan membuat peluang mengimplementasikan pendidikan untuk pengembangan yang berkelanjutan semakin kecil.  Akibatnya keterikatan kita terhadap energi semakin tinggi. Oleh sebab itu  tidak ada alternatif lain, tenaga kerja kita harus terdidik karena itu merupakan kunci peningkatan ekonomi berbasis pengembangan berkelanjutan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan. Mereka akan mampu membaca data yang dilaporkan oleh masyarakat. Kualitas hidup, pendidikan juga sebagai upaya utama untuk meningkatkan kualitas hidup.
    Kemendiknas akan memasukkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) ke dalam lembaga pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal mulai tahun 2011. Pendidikan tentang pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD) di Indonesia sudah mulai dilaksanakan melalui program sekolah sehat dan sekolah hijau. Model pendidikan seperti ini menjadi rujukan bagi negara lain, terutama di kawasan Asia Pasifik
    Menurut saya, cara manusia dalam mengelola sumber daya alam di bumi yang berjumlah terbatas, seperti air, tanah, dan energi fosil, telah menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan bagi kehidupan generasi sekarang dan mendatang. Pertambahan jumlah penduduk dan gaya hidup modern memberikan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia di muka bumi. Untuk itu, diperlukan pendidikan sebagai sarana transfer ilmu dan kebijaksanaan antar generasi.Sekolah yang ramah lingkungan akan memiliki karakter kuat untuk menumbuhkan nilai-nilai peduli lingkungan. Lewat pendidikan karakter, memupuk, dan memelihara nilai-nilai kejujuran.
    Pendidikan pembangunan berkelanjutan setidaknya memenuhi tiga pilar utama, yakni ekonomi, ekologi/lingkungan, dan sosial/budaya. Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Kemendiknas berkomitmen untuk menanamkan nilai-nilai sustainable development pada semua jenjang pendidikan formal, mulai dari TK hingga perguruan tinggi, pendidikan informal dan non-formal. Pendidikan karakter ramah lingkungan di lembaga pendidikan bisa ditularkan ke keluarga. Di tingkat sekolah, disampaikan dalam setiap mata pelajaran, sedangkan di PT, ada riset terapan tentang teknologi hijau dan mengajak masyarakat melaksanakan konsep pendidikan ramah lingkungan.

    SLIDE PPT 

      Slide Cover

      Slide 1



      Slide 2
      Slide 3
      Slide 4
      Slide 5
      Slide 6
      Slide 7
      Slide 8
      Slide  9